TUGAS HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN M.4
PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN
Perencanaan fisik pembangunan pada
hakikatnya dapat diartikan sebagai suatu usaha pengaturan dan penataan
kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan
fisiknya.
Kepala Bidang Fisik dan Prasarana
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Badan lingkup Fisik
dan Prasarana, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan
kebijakan tehnis, program dan kegiatan perencanaan pembangunan tahunan bidang
Fisik dan Prasarana lingkup prasarana wilayah dan Tata Ruang serta Sumber Daya
Alam
b.
Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan
bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan Tata Ruang serta SDA
c.
Pembinaan dan pelaksanaan tugas perencanaan
perencanaan pembangunan bidang Fisik dan Prasarana lingkup prasarna wilayah dan
Tata Ruang serta Sumber Daya Alam.
d.
Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh pimpinan
sesuai dengan lingkup tugasnya
Kepala Sub-Bidang Prasarana Wilayah
Mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kabid Fisik dan Prasarana
dilingkup Prasarana Wilayah, dalam melaksanakan tugasnya, juga menyelenggarakan
fungsi :
a. Penyiapan
dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang
Prasarana Wilayah dilingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
b. Penyusunan
anggaran pada Sub Bidang Prasarana Wilayah dan pengkoordinasian penyusunan
anggaran lingkup PU, Perhubungan, Komunikasi dan Informatika
c. Penyiapan
dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan
lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
d. Pengendalian
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan
pembangunan lingkup sub Bidang Prasarana Wilayah
e. Pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya
Kepala
Sub-Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam
Mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Kabid Fisik dan Prasarana dilingkup Tata Ruang dan Sumber Daya
Alam, dalam melaksanakan tugasnya juga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan
dan penyusunan bahan kebijakan tehnis perencanaan pembangunan pada Sub Bidang
Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
b. Penyiapan
dan penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan pembangunan
lingkup sub Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan hidup
c. Pengendalian
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan perencanaan
pembangunan lingkup sub Bidang Tata Ruang dan Sumber Daya Alam, lingkungan
hidup
d. Pelaksanaan
tugas lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan lingkup tugasnya
DISTRIBUSI
TATA RUANG LINGKUNGAN
1. Nasional
Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemeilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.
Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
Yang dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, misalnya daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemeilihan dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal.
Meskipun rencana pembangunan nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik, misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
2. Regional
Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provInsi.
Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri
Instansi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil. Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provInsi.
Walaupun perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus perencanaan wilayahnya sendiri
3. Lokal
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
Penanganan perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
4. Sektor Swasta
Lingkup
kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada
skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utilitas, pusat
perbelanjaan dll.
Dewasa ini
lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak terbatas. Badan-badan usaha
konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi keterlibatan swasta yang makin
meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari pada berkembangnya tuntutan
layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan pihak swasta yang
semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta
maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap
kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas
layanan/produk.
Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
SISTEM WILAYAH PEMBANGUNAN
Pengertian wilayah dipahami sebagai ruang permukaan
bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara
itu wilayah menurut Hanafiah (1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas
jarak, lokasi, bentuk dan ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit
tata ruang yang dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah
dapat terpelihara. Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah
sebutan untuk lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional
adalah sebutan untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan
untuk batas wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan
sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur perencanaan pembangunan nasional saat ini
mengacu pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa kepala daerah terpilih diharuskan
menyusun rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dan rencana pembangunan
jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing. Dokumen RPJM ini akan menjadi
acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain visi, misi, arah kebijakan,
dan program-program pembangunan selama lima tahun ke depan. Sementara itu juga,
dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025, maka
ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan pembangunan tersebut
di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan aspek wilayah/spasial.
Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang ada di Indonesia harus
mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan
daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan harus direncanakan
berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya landasan hukum kebijakan pembangunan
wilayah di Indonesia terkait dengan penyusunan tata ruang di Indonesia secara
umum mengacu pada UU tentang Penataan Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum
yang berisi kewajiban setiap provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang
wilayah sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang
dirumuskan secara berjenjang mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat
yang sangat perinci seperti dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi,
kabupaten, perkotaan, desa, dan bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis,
misalnya untuk kawasan pesisir, pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain
sebagainya. Kewajiban daerah menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan
desentralisasi dan otonomi daerah. Menindaklanjuti undang- undang tersebut,
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam
pedoman bidang penataan ruang, meliputi:
1. Pedoman penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman penyusunan RTRW perkotaan.
6. Pedoman penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana
pembangunan nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan
kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek
substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan
perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No.
25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya
dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang
sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan
demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW)
yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW
yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan
dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi
dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara yang meliputi tujuan
nasional dan arahan pemanfaatan ruang antarpulau dan antarprovinsi. RTRW
nasional yang disusun pada tingkat ketelitian skala 1:1 juta untuk jangka waktu
selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi
dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada
keterkaitan antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat
ketelitian skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan
hukum dan pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis
penyusunan RTRW provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional,
ekonomi regional, sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam,
sistem permukiman, penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW
provinsi meliputi: Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan
pengelolaan kawasan lindung dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan
perdesaan, perkotaan dan tematik; arahan pengembangan kawasan permukiman,
kehutanan, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan kawasan
lainnya; arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan
pengembangan sistem prasarana wilayah; arahan pengembangan kawasan yang
diprioritaskan; arahan kebijakan tata guna tanah, air, udara, dan sumber daya
alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan
rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan
arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota
disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk
daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Peranannnya Dalam Lingkup :
Nasional, Regional, Lokal, Sektor Swasta
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
Peran Perencanaan dalam 4 lingkup :
1. Lingkup
Nasional
2. Lingkup
Regional
3. Lingkup
Lokal
4. Lingkup
Sektor Swasta
LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instansi di
tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral.
Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan perencanaan fisik
khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara lain adalah :
– Dept. Pekerjaan Umum
– Dept. Pekerjaan Umum
– Dept. Perhubungan
– Dept. Perindustrian
– Dept. Pertanian
– Dept. Pertambangan Energi
– Dept. Nakertrans.
Dalam hubungan ini peranan Bappenas
dengan sendirinya juga sangat penting. Perencanaan fisik pada tingkat nasional umumnya tidak mempertimbangkan
distribusi kegiatan tata ruang secara spesifik dan mendetail. Tetapi terbatas
pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi pelaksanaannya.
Misalnya: Suatu program subsidi untuk pembangunan perumahan atau program perbaikan
kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara terperinci dan tidak
membahas dampak spesifik program ini pada suatu daerah. Yang dibicarakan dalam
lingkup nasional ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas. Jadi pemilihan dan
penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi
wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana pembangunan
nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat
lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat
mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal. Sebagai contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang
sering mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik,
misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
LINGKUP REGIONAL
Instansi
yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di
Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun
vertikal (kantor wilayah). Contoh; Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil.
Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap provinsi.
Walaupun
perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan
rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan
regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus
perencanaan wilayahnya sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian timbal
balik, koordinatif.
Contoh, misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
Contoh, misalnya ada perencanaan fisik pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
Masalah
yang sering menyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan
dengan kota atau wilayah lain. Ada instansi khusus lainnya yang cukup berperan
dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek khusus. Contoh
otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS.
LINGKUP LOKAL
Penanganan
perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini
biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Tata
Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Kesehatan,
Dinas PDAM.
Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun 1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan dinas-dinas vertikal.
Di Amerika
dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah mengembangkan badan-badan khusus darai
pemerintah kota untuk menangani program mota tertentu, seperti program
peremajaan kota (urban renewal programmes). Badan otorita ini diberi wewenang
khusus untuk menangani pengaturan kembali perencanaan fisik terperinci
bagian-bagian kota.
LINGKUP SWASTA
Lingkup
kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada
skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat
perbelanjaan dll. Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak
terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi
keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari
pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme. Kewenangan
pihak swasta yang semakin positif menjadi indikator untuk memicu diri bagi
Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan yang muncul menjadi tolok ukur bagi
tiap-tiap kompetitor (swasta dan pemerintah) dan berdampak pada peningkatan
kualitas layanan/produk.
Pihak
swasta terkecil adalah individu atau perorangan. Peran individu juga sangat
berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan secara keseluruhan.
Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya. Kepentingannya dalam membangun harus singkron dengan kepentingan lingkungan disekitarnya, tataran lokal hingga pada tataran yang lebih luas.
Kaitan AMDAL dengan Ekologi sebagai Dasar Kajian AMDAL
Kebutuhan
akan pembangunan semakin meningkat seiring dengan perkembangan kebutuhan
manusia dalam hal mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dari hasil pembangunan
tersebut. Pembangunan dilakukan melalui berbagai pertimbangan, terutama
mengenai dampak yang dihasilkan dari kegiatan pembangun tersebut.
AMDAL
merupakan suatu keharusan untuk mengidentifikasi dampak penting dari kegiatan
pembangunan yang akan dilakukan. Ekologi mencakup seluruh hubungan organisme
dengan lingkungannya merupakan dasar kajian AMDAL, yaitu sebagai dasar kajian
untuk mengkaji dampak penting dari suatu kegiatan pembangunan terhadap ekologi.
a. Kelestarian
lingkungan
Kelestarian
lingkungan mencakup kesehatan lingkungan tanpa pencemaran lingkungan atau
polusi, merupakan salah satu dasar kajian AMDAL. Kelestarian lingkungan
merupakan keinginan bersama dan tidak akan mau jika harus terganggu dengan
adanya kegiatan pembangunan. Amdal bertujuan untuk mengidentifikasi dampak
penting dari suatu kegiatan terhadap kelestarian lingkungan. Misalnya, mencari
data mengenai separah bagaimana dampak yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau
usaha yang akan dijalankan. Tanpa AMDAL, kegiatan pembangunan mungkin akan
langsung dilaksanakan tanpa mempertimbangkan berbagai dampaknya terhadap
kelestarian lingkungan yang secara otomatis dapat merusak atau mencemari
kelestarian lingkungan. Jadi AMDAL sangat berperan penting dalam perencanaan
pembangunan demi menjaga kelestarian lingkungan dengan mempertimbangkan dampak
negatif atau penting tehadap lingkungan dengan hasil kegiatan atau usaha
tersebut.
b. Kelangsungan
makhluk hidup
Kelangsungan
makhluk hidup mencakup diantaranya pertumbuhan yang sehat terhadap
tumbuh-tumbuhan, pepohonan, dan hewan yang dapat berkembang biak dengan baik
dalam lingkungan tertentu. Demi menjaga agar tetap terjaganya kelangsungan
makhluk hidup dengan baik dari dampak suatu kegiatan pembangunan oleh manusia,
AMDAL merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan untuk mengkaji dampak
penting yang diakibatkan suatu kegiatan pembangunan terhadap kelangsungan
makhluk hidup. Kelangsungan makhluk hidup ditunjuk sebagai salah satu dasar
kalian Amdal karena kelangsungan makhluk hidup harus tetap terjaga. Dampak yang
telah dikaji dengan Amdal dari kegiatan pembangunan tersebut setidaknya bisa
dikurangi atau dicegah demi tetap terjaganya kelangsungan makhluk hidup tanpa
membatalkan kegiatan tersebut.
c. Keseimbangan
antara lingkungan Biotik dan Abiotik
Demi untuk
tetap terjaganya keseimbangan lingkungan biotik abiotik dimana setiap makhluk
hidup dapat saling berinteraksi dengan baik dengan lingkungannya. Amdal
berperan sebagai pengkaji dari dampak suatu kegiatan pembangunan, yang dengan
diketahuinya secara pasti dampak yang akan terjadi dari kegiatan tersebut,
dampak tersebut bisa diatasi demi tetap terjaganya keseimbangan antara
lingkungan biotik dan abiotik, yaitu tdk memusnahkan salah satu populasi yang
dapat berakibat pada keseimbangan lingkungannya dan juga lingkungan yang tidak
tercemari oleh kegiatan tersebut.
SUMBER :
https://idrusmuhammad.wordpress.com/2012/03/28/kaitan-amdal-dengan-ekologi/
https://ginadamar.wordpress.com/2014/12/01/perencanaan-fisik-pembangunan/
SUMBER :
https://idrusmuhammad.wordpress.com/2012/03/28/kaitan-amdal-dengan-ekologi/
https://ginadamar.wordpress.com/2014/12/01/perencanaan-fisik-pembangunan/
Komentar
Posting Komentar