KONSERVASI ARSITEKTUR MUSEUM BAHARI
Sejarah Museum Bahari
Para
penjaajah datang ke Indonesia salah satunya adalah untuk mengambil hasil
rempah-rempah yang dihasilkan dari Indonesia (sebagai negara yang menghasilkan
rempah-rempah terbesar). Sebelum akhirnya rempah-rempah tersebut diimport atau
diekspor ke mancanegara, rempah-rempah di simpan di dalam suatu tempat/gudang
penyimpanan. Gudang penyimpanan terletak pada daerah yang dekat dengan
pelabuhan hal ini untuk memudahkan akses penyimpanan. Museum Bahari adalah
bangunan yang dialihfungsikan dari gudang penyimpanan rempah-rempah peninggalan
zaman penjajah dan dijadikan bangunan museum yang berisi dengan barang-barang
bersifat kelautan.
Gedung
Museum Bahari semula adalah gudang yang berfungsi untuk menyimpan, memilih dan
mengepak hasil bumi, seperti rempah-rempah yang merupakan komoditi utama VOC
yang sangat laris di pasaran Eropa. VOC membangun gedung ini secara bertahap
sejak 1652 hingga 1759. Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap
Teluk Jakarta. Disebelah kanan tak jauh dari gudang induk dibangun menara.
Sekarang dikenal dengan nama Menara Syahbandar dibangun tahun 1839 untuk proses
administrasi keluar masuknya kapal sekaligus sebagai pusat pengawasan lautan
dan daratan sekitar. Bangunan yang berdiri persis di samping muara Ci Liwung
ini memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan sebutan Westzijdsche Pakhuizen
atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun1652-1771) dan sisi
timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat terdiri
dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya yang sekarang digunakan
sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan barang
dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan
tekstil.
Gedung
Museum Bahari ini sudah mengalami beberapa perubahan. Tahun perubahan itu dapat
dilihat pada pintu-pintu masuk. Di antaranya tahun 1718, 1719 dan 1771. Pada
masa pendudukan Jepang, tepatnya ketika perang dunia II meletus (1939-1945)
gudang tersebut menjadi tempat logistik peralatan militer tentara Dai Nippon.
Setelah Indonesia Merdeka difungsikan untuk gudang logistik PLN (Perusahaan
Listrik Negara) dan PTT (Post Telepon dan Telegram). Pada 1976 kompleks gedung
ini diserahkan kepada pemerintah DKI Jakarta yang kemudian dipersiapkan sebagai
sebuah museum. Museum Bahari diresmikan pemakaiannya pada 7 Juli 1977.
Koleksi-koleksi
yang disimpan terdiri atas berbagai jenis perahu tradisional dengan aneka
bentuk, gaya dan ragam hias, hingga kapal zaman VOC. Selain itu ada pula
berbagai model dan miniatur kapal modern dan perlengkapan penunjang kegiatan
pelayaran. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti alat
navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam. Museum Bahari juga
menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan
Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat
nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi
kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan
kapal KPM Batavia - Amsterdam.
Latar Belakang Perlu Adanya
Konservasi
Alasan mengapa bangunan Museum
Bahari ini perlu untuk dikonservasi dikarenakan bangunan ini menyimpan banyak peninggalan
tentang cagar budaya masa lalu dari bangsa Indonesia. Dengan berkunjung ke
Museum Bahari pengunjung akan mengetahui sejarah dan begitu banyak kekayaan
yang dimiliki Bangsa Indonesia. Bermacam-macam koleksi dipamerkan pada museum
ini. Hanya dengan melihatnya pengunjung akan mendapatkan kenangan yang berharga.
Tidak ketinggalan pula pesona kawasan kota tua akan dapat membangkitkan
kenangan terhadap bangsa lain yang pernah menjajah bangsa kita di masa
lalu. Berlandaskan alasan tersebut sangatlah layak dilakukan konservasi
terhadap Museum Bahari ini.
1. Arahan pelestarian kawasan.
Arahan pelestarian kawasan
ditujukan untuk mempertahankan kondisi fisik, ciri khas dan karakter kawasan
sebagai kawasan peninggalan sejarah Kolonial di Batavia. Arahan pelestarian di
Kawasan Museum Bahari secara umum adalah :
- Penyusunan pedoman desain untuk mengendalikan
kemungkinan terjadinya pendirian bangunan baru dengan desain dan
konstruksi yang dinilai tidak selaras dengan bangunan kuno di sekitarnya.
Bagi bangunan baru diarahkan agar selaras dengan bangunan kuno di
sekitarnya, dengan menyesuaikan ornamen dan bentuk atap mengikuti gaya
arsitektur Kolonial.
- Perlindungan kawasan bersejarah melalui pemberian
batasan dan penetapan zona-zona pelestarian khusus. Adanya aturan zonasi
ini melindungi kawasan terhadap kemungkinan terjadinya perubahan fungsi
serta pembatasan terhadap pendirian bangunan baru yang tidak sesuai dengan
aturan.
- Pembebasan area di sekitar kawasan Museum Bahari
yang telah berdiri bangunan-bangunan liar yang tidak sesuai dengan gaya
arsitektur dari Museum Bahari ini. Area yang akan dibebaskan ini akan
digunakan sebagai area terbuka dikarenakan di sekitar kawasan ini sangat
kurang area terbuka untuk penghijauan.
- Pelaksanaan hukum dan peraturan pelestarian
secara tegas dan adil, pelaksanaan pemberian sanksi bagi yang melanggar,
pemberian sanksi yang tegas dan adil diharapkan mampu mengendalikan
perubahan kawasan bersejarah.
- Memberikan insentif berupa keringanan retribusi
dan bantuan dana perawatan bangunan, penghargaan bagi masyarakat yang
telah berperan aktif dalam kegiatan pelestarian kawasan bersejarah.
- Memberikan penyuluhan kepada masyarakat baik
pemilik bangunan bersejarah maupun non bersejarah mengenai pentingnya
pelestarian kawasan bersejarah, diharapkan melalui penyuluhan ini dapat
mengubah cara pandang masyarakat yang semula memandang negatif terhadap
pelestarian kawasan.
- Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat dalam
melakukan kegiatan pelestarian serta hal-hal lain yang berhubungan dengan
perlindungan kawasan dan bangunan bersejarah
- Pembersihan dan pengerukan limbah kali disekitar
kawasan yang menyebabkan pencemaran udara dan pencemaran saluran air,
sehingga fungsi saluran air kembali normal
- Melakukan sosialisasi pada masyarakat sekitar
agar tidak membuang limbah ke saluran air sekitar kawasan.
2. Arahan pelestarian bangunan.
Arahan pelestarian bangunan
bersejarah di Kawasan Museum Bahari dirumuskan berdasarkan pertimbangan faktor
penyebab perubahan fisik bangunan bersejarah. Adapun arahan pelestarian
bangunan bersejarah di Kawasan Museum Bahari adalah sebagai berikut :
- Penyusunan pedoman tata cara pemeliharaan
bangunan kuno-bersejarah termasuk memuat bagian-bagian bangunan yang harus
dipertahankan keasliannya. Hal ini bertujuan agar setiap bangunan
bersejarah memiliki perlindungan yang jelas, sah dan mengikat sehingga
apabila terjadi pergantian kepemilikan bangunan di sekitar Museum Bahari,
perubahan fisik bangunan oleh pemilik baru dapat dicegah. Juga dengan
pemberian sanksi yang tegas kepada pemilik bangunan yang melakukan
perubahan pada bangunan bersejarah.
- Memberikan informasi yang jelas mengenai
pentingnya pelestarian bangunan bersejarah secara rutin kepada masyarakat
melalui publikasi atau penyuluhan dan mengajak pemilik bangunan untuk ikut
berperan aktif dalam pelestarian bangunan bersejarah di kawasan.
- Pemberian insentif kepada pemilik bangunan yang
telah berperan serta dalam menjaga kelestarian fisik bangunan dan kawasan,
melalui pemberian bantuan dana perawatan bangunan, subsidi atau pemberian
keringanan retribusi.
- Pemberian penghargaan dari pemerintah kepada
pemilik bangunan atau masyarakat yang telah berperan aktif dalam
pelestarian bangunan bersejarah, penghargaan dapat berupa piagam,
publikasi, subsidi untuk pemeliharaan bangunan.
- Mempertahankan bentuk fisik bangunan 100% seperti
apa adanya dan melakukan pemeliharaan dan perlindungan orisinalitas bentuk
bangunan. Memperbaiki fisik bangunan yang telah terjadi kerusakan dengan
tetap menjaga bentuk asli bangunan.
- Membuat acara-acara bulanan atau tahunan yang
berskala nasional untuk promosi kawasan.
- Pemerintah dapat mengambil alih kepemilikan serta
pengelolaan bangunan kuno yang terbengkalai atau pemilik tidak mampu lagi
melakukan perawatan.
Gambaran Kawasan
Museum Bahari terletak di Jl. Pasar
Ikan. Museum ini berbatasan dengan :
Sebelah utara : Rumah warga
Sebelah timur : Rumah warga dan
warung perniagaan
Sebelah selatan : Pasar dan Menara
Syahbandar
Sebelah barat : Teluk Jakarta
Terlihat
dengan jelas bahwa museum ini di kelilingi oleh rumah warga karena letak dari
museum ini yang menjorok ke dalam. Area terbuka sangat kurang pada kawasan ini
sehingga membuat suhu menjadi panas karena didukung juga oleh jalan raya yang
tidak jauh dari lokasi bangunan.
Museum Bahari memiliki luas tanah sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini terdiri dari 4 unit bangunan, bangunan 1 sebagai museum, lobby, toilet dan musholla, bangunan 2 sebagai museum, bangunan 3 sebagai museum, dan bangunan 4 sebagai kantor dan hall.
Museum Bahari memiliki luas tanah sekitar 9.000 m2 dan luas bangunannya mencapai 16 ribu m2. Bangunan ini terdiri dari 4 unit bangunan, bangunan 1 sebagai museum, lobby, toilet dan musholla, bangunan 2 sebagai museum, bangunan 3 sebagai museum, dan bangunan 4 sebagai kantor dan hall.
Museum Bahari menyimpan 126 koleksi
benda-benda sejarah kelautan. Terutama kapal dan perahu-perahu niaga
tradisional. Di antara puluhan miniatur yang dipajang terdapat 19 koleksi
perahu asli dan 107 buah miniatur. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut di
masa lalu seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam.
Museum Bahari juga menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran
ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu
tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI
AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta
perjalanan kapal KPM Batavia - Amsterdam.
Jumlah koleksinya sekitar 1835 buah. Secara tematik, tata
pamer koleksi dan informasi terbagi ke dalam sejumlah pembagian ruang, yaitu:
a. Ruang Masyarakat
Nelayan Indonesia. Koleksi yang dipamerkan: miniatur kapal dan peralatan
kenelayanan.
b. Ruang
Teknologi Menangkap Ikan. Koleksi yang dipamerkan: pancing, bubu, dan jaring. Ruang
Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional. Koleksi yang dipamerkan: teknologi dan
sentra pembuatan kapal.
c. Ruang Biota
Laut. Koleksi yang dipamerkan: aneka jenis ikan, kerang, tumbuhan
laut, dan dugong.
d. Ruang
Pelabuhan Jakarta 1800-2000 (Pusat Perdagangan Dunia). Koleksi yang dipamerkan:
artefak-artefak yang berhubungan dengan kesejarahan pelabuhan di
Jakarta pada rentang tersebut, termasuk meriam, keramik, dan benteng.
e. Ruang
Navigasi. Koleksi yang dipamerkan: kompas, teleskop, dan sejumlah alat
bantu navigasi.
f.
Pelayaran Kapal Uap Indonesia-Eropa. Koleksi yang
dipamerkan : foto-foto dokumentasi mengenai pelayaran kapal uap pertama
dari Eropa ke Asia.
Langgam
Museum Bahari menggunakan ciri khas bangunan kolonial Belanda, gaya The
Empire Style (khas Eropa) merupakan gaya yang dipakai pada masa itu
untuk menunjukan eksistensinya di daerah kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim
di Indonesia berbeda dengan iklim di Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini
ditambahkan atap pelana. Penambahan atap ini akhirnya membuat suatu gaya
arsitek baru yang dikenal dengan gaya Hindi Belanda.
Gaya arsitektur The
Empire Style adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda
Eropa (terutama Prancis, bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Di
Indonesia gayanya menghasilkan gaya baru yang disebut gaya Hindia Belanda
(Indonesia) artinya bergaya kolonial namun disesuaikan dengan lingkungan lokal
dengan iklim dan tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto,
1996: 132).
Ciri-cirinya antara lain denah yang
simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari
gaya ini diantaranya : terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang,
terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri
khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya
Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi
depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan
dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996:
132-133).
Gaya ini dapat pula ditemukan pada
Museum Bahari, berikut ulasannya :
a) Atap
Atap pelana merupakan gaya
arsitektural yang cocok untuk bangunan beriklim tropis dengan curah hujan yang
tinggi. Sehingga gaya arsitek tropis pada atap pelana dipakai sebagai struktur
atap bangunan kawasan ini. Pada atap juga terdapat bagian yang tercoak (seperti
terpotong) dan membentuk suatu atap baru yang agak menjorok, atap ini
mencerminkan gaya bangunan koloni.
b) Pintu
Pintu yang digunakan
berbentuk 'dome' dan terbuat dari kayu jati dan kusennya
terbuat dari batu. Elemen lengkung 'arch' sangat menonjolkan
bangunan khas Eropa pada saat itu. Hampir seluruh pintu yang terdapat pada
museum ini berbentuk 'dome'.
Langgam
Museum Bahari menggunakan ciri khas
bangunan kolonial Belanda, gaya The Empire Style (khas Eropa) merupakan gaya
yang dipakai pada masa itu untuk menunjukan eksistensinya di daerah
kekuasaannya (Indonesia). Namun iklim di Indonesia berbeda dengan iklim di
Belanda, oleh karena itu pada bangunan ini ditambahkan atap pelana. Penambahan
atap ini akhirnya membuat suatu gaya arsitek baru yang dikenal dengan gaya
Hindi Belanda.
Gaya arsitektur The Empire Style
adalah suatu gaya arsitektur neo-klasik yang melanda Eropa (terutama Prancis,
bukan Belanda) yang diterjemahkan secara bebas. Di Indonesia gayanya
menghasilkan gaya baru yang disebut gaya Hindia Belanda (Indonesia) artinya
bergaya kolonial namun disesuaikan dengan lingkungan lokal dengan iklim dan
tersedianya material pada waktu itu (Akihary dalam Handinoto, 1996: 132).
Ciri-cirinya antara lain denah yang
simetris, satu lantai dan ditutup dengan atap perisai. Karakteristik lain dari
gaya ini diantaranya : terbuka, terdapat pilar di serambi depan dan belakang,
terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar-kamar lain. Ciri
khas dari gaya arsitektur ini yaitu adanya barisan pilar atau kolom (bergaya
Yunani) yang menjulang ke atas serta terdapat gevel dan mahkota di atas serambi
depan dan belakang. Serambi belakang seringkali digunakan sebagai ruang makan
dan pada bagian belakangnya dihubungkan dengan daerah servis (Handinoto, 1996:
132-133).
Gaya ini dapat pula ditemukan pada
Museum Bahari, berikut ulasannya :
a) Atap
Atap pelana merupakan gaya
arsitektural yang cocok untuk bangunan beriklim tropis dengan curah hujan yang
tinggi. Sehingga gaya arsitek tropis pada atap pelana dipakai sebagai struktur
atap bangunan kawasan ini. Pada atap juga terdapat bagian yang tercoak (seperti
terpotong) dan membentuk suatu atap baru yang agak menjorok, atap ini mencerminkan
gaya bangunan koloni.
c) Jendela
Daun jendela terbuat dari kayu jati
dan pegangannya terbuat dari besi. Terdapat juga teralis yang terbuat dari
kayu. Jumlah dan letak jendela yang berirama statis dan pendek-pendek
mencerminkan gaya Eropa klasik.
d) Dinding
Dinding pada Museum Bahari memiliki
hingga 20 cm. seluruh warna pada dinding baik eksterior maupun interior adalah
berwarna putih.
e) Kolom
Pada Museum Bahari ini menggunakan
kolom yang terbuat dari kayu jati dengan ketebalan 20-30cm. Kolom kayu kokoh
ini membuat kesan bangunan ini elegan dan khas Indonesia.
g) Elemen hard material
Pada bagian entrance (pintu masuk)
terdapat sepasang jangkar kapal. Jangkar ini lumayan besar setinggi ±80cm dan
berwarna hitam. Jangkar ini sebagai penanda bahwa di dalam bangunan ini
terdapat menyimpan sesuatu yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan
bangsa Indonesia.
Berdasarkan pernyataan oleh Bapak
Pinondang Simanjuntak, Kepala Dinas budaya dan museum DKI Jakarta yang dimuat
dalam www.beritajakarta.com. Berikut ini adalah beberapa permasalahan dan
perbaikan yang akan dilakukan oleh Bapak Pinondang Simanjuntak :
Permasalahan :
Lokasi Museum Bahari berada di
bawah permukaan laut.
Limpasan air pasang yang kerap
menggenangi Museum Bahari.
Bangunan yang terbuat dari kayu
terlihat keropos karena kerap terendam.
Kurangnya minat pengunjung,
ditenggarai karena minimnya fasilitas yang disediakan.
Solusi :
Diperlukan pembuatan drainase internal.
Pengadaan pompa penyedot.
Dibutuhkan tim ahli dari arkelog,
planolog, arsitek budayawan, dan ahli sejarah.
Dibuat jalan khusus bagi wisatawan
yang memiliki kekurangan fisik
Menambah lahan parkir yang ada agar
bisa menampung kendaraan besar
Beberapa bagian museum juga bakal
dipoles agar tampilannya lebih menarik minat wisatawan.
Berdasarkan pernyataan yang telah
diutarakan tersebut dan hal-hal yang ditemukan di dalam museum maka penulis
dapat memberikan beberapa usulan pelestarian seperti berikut.
Usulan desain yang akan diterapkan
pada Museum Bahari :
1. Diperlukan
pembuatan drainase internal dan pengadaan pompa penyedot manakala air pasang
tak lagi sanggup diatasi oleh drainase. Sehingga dapat menjadi alternatif
tercepat pada saat air pasang masuk ke dalam bangunan.
Berdasarkan
pernyataan oleh Bapak Pinondang Simanjuntak, Kepala Dinas budaya dan museum DKI
Jakarta yang dimuat dalam www.beritajakarta.com. Berikut ini adalah beberapa
permasalahan dan perbaikan yang akan dilakukan oleh Bapak Pinondang Simanjuntak
:
Permasalahan
:
Lokasi
Museum Bahari berada di bawah permukaan laut.
Limpasan
air pasang yang kerap menggenangi Museum Bahari.
Bangunan
yang terbuat dari kayu terlihat keropos karena kerap terendam.
Kurangnya
minat pengunjung, ditenggarai karena minimnya fasilitas yang disediakan.
Solusi :
Diperlukan pembuatan drainase internal.
Pengadaan
pompa penyedot.
Dibutuhkan
tim ahli dari arkelog, planolog, arsitek budayawan, dan ahli sejarah.
Dibuat
jalan khusus bagi wisatawan yang memiliki kekurangan fisik
Menambah
lahan parkir yang ada agar bisa menampung kendaraan besar
Beberapa
bagian museum juga bakal dipoles agar tampilannya lebih menarik minat
wisatawan.
Berdasarkan
pernyataan yang telah diutarakan tersebut dan hal-hal yang ditemukan di dalam
museum maka penulis dapat memberikan beberapa usulan pelestarian seperti
berikut.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/westzijdsche-pakhuizen-menjadi-museum-bahari/
http://pintargo.blogspot.com/2014/07/tugas-konservasi-arsitektur-museum_14.html
Wahyudi, Nur, 2003, Museum Bahari di Jakarta Penekanan
Desain
Arsitektur Hi-Tech, Skripsi Tugas Akhir
Jurusan Arsitektur UNDIP,
Semarang.
Komentar
Posting Komentar